Analisis Statisitk Percobaan Rancangan Acak Lengkap Menggunakan Minitab

Pendahuluan

Percobaan ilmiah merupakan suatu bagian yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa siswa sekolah atau mahasiswa perguruan tinggi mungkin ada yang pernah melakukan percobaan ilmiah. Khusus bagi mahasiswa fakultas tertentu, kemungkinan besar disyaratkan melakukan percobaan ilmiah ketika membuat tugas akhir (skripsi).

Sayangnya tidak semua sekolah atau perguruan tinggi menawarkan pelajaran/mata kuliah khusus yang membahas tentang perancangan percobaan beserta analisisnya. Hal ini kadang menyulitkan siswa/mahasiswa dalam melaksanakan percobaan secara baik. Atas dasar tersebut penulis ingin berbagi pengetahuan tentang analisis statistik percobaan untuk menambah referensi bagi siswa/mahasiswa yang ingin melaksanakan percobaan.

Artikel ini menggunakan Minitab (R) dalam analisisnya. Minitab (R) relatif cukup mudah digunakan jika dibandingkan dengan perangkat lunak statistik lainnya. Untuk masalah versi, versi berapapun tidak masalah karena analisis percobaan merupakan analisis yang tegolong mendasar sehingga kemungkinan ada di setiap versi. Penulis menggunakan Minitab (R) 16.1.1.

Dalam percobaan ini data diukur dalam skala interval atau rasio, contohnya seperti tinggi tanaman, bobot tanaman, diameter tanaman, dan lainnya. Bukan dalam skala nominal atau ordinal.

Batasan

Percobaan yang dibahas di sini adalah percobaan yang umum digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) ‘Completely Randomized Design’. Atau biasa disebut klasifikasi satu-arah ‘One-way ANOVA’ karena perlakuan yang diujikan hanya satu jenis. Dan di sini model yang digunakan adalah model tetap, bukan model acak.

Penulis mengasumsikan data yang diperoleh dari percobaan adalah data yang sah, sehingga kita bisa melewati tahap analisis eksplorasi data.

Contoh data

Penulis menggunakan sebuah dataset percobaan Rancangan Acak Lengkap, dengan:

  • Perlakuan yang diuji ada 1, yaitu: pemberian pupuk X
  • Taraf yang digunakan ada 4, yaitu: 0 mg, 10 mg, 20 mg, dan 30 mg
  • Ulangan yang digunakan ada 5 untuk setiap tarafnya
  • Unit percobaan ada: 4 taraf x 5 ulangan = 20 unit,

Sedangkan respon yang dikur ada dua variabel (parameter) yaitu:

  • Tinggi Tanaman (TT) dalam cm
  • Bobot Basah Tanaman (BBT) dalam gram

Sumber data: penulis bangkitkan dengan simulasi statistik menggunakan model RAL.

Data yang digunakan dalam percobaan

Data yang digunakan dalam percobaan

Input data

Setelah membuka program Minitab (R), kita input data kita ke jendela Worksheet yang tampilannya berupa kumpulan sel-sel seperti Microsoft Excel. Setiap kolom menandakan variabel sedangkan setiap baris menandakan unit percobaan. Hanya ada satu unit percobaan untuk satu baris. Input semua data, perhatikan penggunaan koma dan titik.

Gambar 1 Input data pada worksheet

Gambar 1 Input data pada worksheet

Note: baris paling atas yang tidak diberi angka (diatas baris ke-1) digunakan khusus untuk nama variabel, dan nama variable tidak boleh mengandung spasi (contoh: “tinggi tanaman”). Pastikan kolom tidak berubah menjadi seperti “C1-T” (ada akhiran “-T”) karena itu manandakan data bukan dari skala interval atau rasio.

 

Perhitungan ANOVA (Analysis of Variance)

Sebelum melakukan perhitungan kita perlu definisikan hipotesis penelitian kita yang nantinya akan digunakan dalam hipotesis ANOVA. Untuk sementara kita hanya akan hitung variabel (parameter) Tinggi Tanaman (TT). Hipotesisnya yaitu:

  • H0: Pemberian pupuk X tidak berpengaruh nyata terhadap TT
  • H1: Pemberian pupuk X memberikan pengaruh nyata terhadap TT

Kita masuk ke menu “Stat” -> “ANOVA” -> “One-Way…” sehingga muncul kotak dialog seperti berikut:

Gambar 2 Kotak dialog ANOVA

Gambar 2 Kotak dialog ANOVA

Masukkan kriteria yang sesuai pada dialog box:

  • “Response” adalah variabel/parameter yang ingin kita analisis, dalam hal ini adalah variabel Tinggi Tanaman
  • “Factor” adalah taraf-taraf perlakuan yang kita ujikan (note: taraf berbeda dengan ulangan) dalam hal ini adalah variabel Taraf.

Cara mengisinya adalah dengan mengarahkan kursor ke isian “Response” setelah itu di kotak sebelah kiri akan muncul variabel-variabel yang tercantum dalam worksheeet kita, lalu klik-ganda pada variabel yang dipilih. Hal yang sama juga dapat digunakan untuk isian “Factor”.

Setelah diisi, kita klik “OK”. Sehingga akan muncul tampilan seperti ini pada jendela session

Gambar 3 Hasil perhitungan ANOVA TT

Gambar 3 Hasil perhitungan ANOVA TT

Tidak seperti perhitungan manual yang membandingkan F-Hitung dengan F-Tabel, di sini kita cukup melihat nilai-P. Keputusan atas hipotesis yang kita gunakan adalah:

  • Menolak H0 apabila Nilai-P < alpha
  • Tidak menolak H0 apabila Nilai-P > alpha

Nilai alpha di sini adalah taraf nyata. Apabila taraf nyata yang kita gunakan adalah 5% (atau alpha = 0.05, nilai yang umum digunakan), maka kita akan menolak H0 apabila Nilai-P < 0.05. Dalam percobaan ini Nilai-P nya adalah 0.020 sehingga kita menolak H0. Hal ini berarti pemberian pupuk X memberikan pengaruh nyata terhadap Tinggi Tanaman, pada taraf nyata 5%.

 

Perhitungan Asumsi ANOVA

Suatu hal yang mungkin terlewatkan oleh sebagian siswa/mahasiswa ketika melakukan analisis statistik percobaan adalah pengujian asumsi ANOVA. Perhitungan ANOVA sendiri sebenarnya dibangun di atas asumsi bahwa data memenuhi kriteria-kriteria tertentu, asumsi-asumsi tersebut adalah:

Asumsi 1 – Kenormalan

Sebaran Normal merupakan sebaran yang umum digunakan dalam berbagai analisis statistik, termasuk ANOVA. Sebaran F (yang merupakan dasar perhitungan dari F-Tabel dan Nilai-P dalam ANOVA) merupakan sebaran yang diturunkan dari sebaran Chi-square, dan sebaran Chi-square diturunkan dari sebaran Normal. Sehingga data harus memenuhi kriteria kenormalan dahulu sebelum masuk ke tahapan ANOVA.

Di Minitab kita dapat melakukan uji kenormalan pada data kita dengan masuk ke menu:

Stat” -> “Basic Statistics” -> “Normality Test…” sehingga muncul kotak dialog seperti berikut:

Gambar 4 Kotak dialog uji kenormalan

Gambar 4 Kotak dialog uji kenormalan

Isian “Variable” diisi dengan nama variabel yang akan diuji kenormalannya, dalam hal ini adalah Tinggi Tanaman (TT). Lalu pilih jenis uji kenormalan yang akan digunakan pada pilihan “Tests for Normality”. Uji kenormalan yang kita gunakan adalah “Anderson-Darling”. Lalu kita klik “OK”.

Hipotesis dari ketiga jenis uji kenormalan tersebut adalah:

  • H0: Data berasal dari Sebaran Normal
  • H1: Data tidak berasal dari sebaran Normal

Keputusan atas hipotesis yang kita gunakan adalah:

  • Menolak H0 apabila Nilai-P < alpha
  • Tidak menolak H0 apabila Nilai-P > alpha

Output yang dihasilkan dari proses di atas berupa grafik. Kita perhatikan Nilai-P pada grafik tersebut lalu kita bandingkan dengan hipotesis di atas. Dalam uji kenormalan ini kita dapatkan Nilai-P nya adalah 0.557 sehingga keputusan kita adalah tidak menolak H0, artinya data Tinggi Tanaman (TT) berasal dari sebaran normal.

Gambar 5 Hasil uji kenormalan pada TT

Gambar 5 Hasil uji kenormalan pada TT

Terdapat tiga pilihan pada “Tests for Normality”, perbedaan ketiga jenis uji kenormalan tersebut terlalu teknis, dan agak rumit dijabarkan. Tapi secara umum dapat dikatakan bahwa Uji Anderson-Darling lebih sensitif dibandingkan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Sehingga apabila data kita tidak lolos uji kenormalan Anderson-Darling belum tentu data tersebut tidak lolos uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov. Dan apabila data kita tidak lolos uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov maka kemungkinan besar data tersebut juga tidak lolos uji kenormalan Anderson-Darling. Karena sifatnya yang kurang sensitif, uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov sering digunakan apabila data sulit memenuhi uji kenormalan Anderson-Darling.

Sebenarnya apabila unit percobaan ada banyak maka uji kenormalan tidak terlalu mengikat. Teorema Limit Pusat mengatakan bahwa semakin banyak amatan (dalam hal ini adalah unit percobaan) maka data tersebut semakin mendekati sebaran normal. Aturan yang umum dipakai adalah apabila unit percobaan lebih dari atau sama dengan 30 maka data tersebut dianggap mengikuti sebaran normal. Dalam percobaan ini unit percobaan ada 20 (di bawah 30), sehingga uji kenormalan menjadi sesuatu yang diperlukan.

Asumsi 2 – Kehomogenan ragam

Selain kriteria kenormalan, asumsi yang digunakan dalam ANOVA adalah kehomogenan ragam untuk setiap taraf yang dicobakan. Atau dengan kata lain keragaman Tinggi Tanaman (TT) pada taraf pupuk 0 mg sama dengan keragaman TT pada taraf pupuk 10 mg, dan seterusnya untuk taraf-taraf lainnya. Pengertian “sama” disini adalah sama secara statistik. Uji kehomogenan ragam yang kita gunakan adalah Uji Bartlett, di Minitab (R) kita masuk ke menu:

Stat” -> “ANOVA” -> “Test for Equal Variances…” sehingga muncul kotak dialog berikut:

Gambar 6 Kotak dialog uji kehomogenan ragam

Gambar 6 Kotak dialog uji kehomogenan ragam

Kita masukkan kriteria yang sesuai pada dialog box

  • “Response” adalah variabel/parameter yang ingin kita analisis, dalam hal ini adalah variabel Tinggi Tanaman (TT).
  • “Factor” adalah taraf-taraf perlakuan yang kita ujikan dalam hal ini adalah variabel Taraf.

Lalu kita klik “OK” sehingga muncul grafik seperti di bawah

Gambar 7 Hasil uji kehomogenan ragam pada TT

Gambar 7 Hasil uji kehomogenan ragam pada TT

Hipotesis dari Uji Bartlett tersebut adalah

  • H0: Data berasal dari sebaran normal dengan ragam yang sama
  • H1: Tidak semua data berasal dari sebaran normal dengan ragam yang sama

Keputusan atas hipotesis yang kita gunakan adalah:

  • Menolak H0 apabila Nilai-P < alpha
  • Tidak menolak H0 apabila Nilai-P > alpha

Kita bisa lihat hasilnya di kotak sebelah kanan di bawah sub judul “Bartlett’s Test”, Nilai-P yang dihasilkan adalah 0.147 di mana nilai itu lebih besar dari 0.05 (taraf nyata yang kita gunakan) sehingga keputusan kita adalah tidak menolak H0. Atau dengan kata lain keragaman Tinggi Tanaman (TT) untuk setiap taraf pupuk adalah sama.

Asumsi 3 – Independensi (kebebasan) antar sisaan (error)

Uji kebebasan sisaan/error dalam artikel ini lebih mengarah pada analisis grafik dibandingkan menggunakan uji formal statistik, sehingga agak terkesan subjektif. Sebenarnya ada uji formal statistik yang bisa digunakan, hanya saja jenis data yang bisa diolah oleh uji tersebut adalah data yang memiliki urutan waktu. Sedangkan percobaan RAL umumnya terjadi dalam satu waktu, termasuk percobaan yang dibahas dalam artikel ini.

Sebenarnya secara kasar model RAL bisa disederhanakan menjadi:

“Respons” = “Nilai yang bisa dijelaskan Model” + “Sisaan/Error”

Atau dalam Minitab (R) menjadi:

“Responses” = “Fits” + “Residuals”

Dalam melihat uji kebebasan sisaan/error kita membandingkan “Nilai yang bisa dijelaskan Model” dengan “Sisaan/Error”.

Prosesnya sama dengan analisis ANOVA, kita bisa masuk ke menu:

Stat” -> “ANOVA” -> “One-Way…”

Lalu pada kotak dialog isikan hal-hal yang sama ketika kita melakukan analisis ANOVA di Bab Perhitungn ANOVA di atas, tapi kali ini kita klik tombol “Graphs…” sehingga muncul kotak dialog seperti di bawah:

Gambar 8 Mengekstrak grafik dari kotak dialog ANOVA

Gambar 8 Mengekstrak grafik dari kotak dialog ANOVA

Kita pilih “Individual plots” lalu kita ceklis pilihan “Residuals versus fits”, sehingga muncul grafik

Gambar 9 Hasil eksplorasi nilai residual vs fits

Gambar 9 Hasil eksplorasi nilai residual vs fits

Grafik ini membandingkan “Nilai yang bisa dijelaskan Model” dengan “Sisaan/Error”. Sehingga apabila grafik menunjukkan pola-pola tertentu (naik, turun, melengkung, atau lainnya) bisa dikatakan sisaan/error tersebut tidak saling bebas. Dan apabila tidak ada pola-pola tertentu maka bisa dikatakan sisaan/error tersebut saling bebas.

Grafik kita tidak menunjukkan pola tertentu, sehingga aman jika kita simpulkan bahwa masing-masing sisaan/error saling bebas satu sama lainnya.

 

Penanganan Pelanggaran Asumsi ANOVA

Data Tinggi Tanaman (TT) kita memenuhi seluruh asumsi ANOVA sehingga perhitungan ANOVA yang kita lakukan bisa dikatakan sah. Sekarang mari kita beralih ke data Bobot Basah Tanaman (BBT) di mana data tersebut tidak memenuhi seluruh asumsi ANOVA (dipersilahkan bagi pembaca untuk membuktikannya).

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi pelanggaran asumsi adalah dengan transformasi data. Dari pengalaman penulis, transformasi data yang dapat memberikan hasil cukup baik adalah transfomasi logaritmik yaitu data asli ditransformasi menjadi nilai logartima naturalnya, atau dengan kata lain:

“Data transformasi” = ln(“Data Asli”), di mana ln=logaritma natural

Hal ini bisa dilakukan di Minitab (R) caranya dengan masuk ke menu:

Calc” -> “Calculator…” sehingga muncul kotak dialog seperti di bawah

Gambar 10 Transformasi data dengan menggunakan menu Calc

Gambar 10 Transformasi data dengan menggunakan menu Calc

Kita masukkan kriteria yang sesuai pada kotak dialog:

  • “Store result in varaible” adalah kolom tempat menyimpan hasil transformasi. Di sini kita simpan hasil tranformasi di kolom baru, katakanlah di C5
  • “Expression” adalah tempat menulis persamaan transformasi.
  • “Function” adalah fungsi-fungsi matematika dasar yang disediakan Minitab (R)

Kita isi “Expression” dengan cara:

  • Masuk ke pilihan “Function”
  • Kita pilih “logarithm” pada drop down menu
  • Klik ganda pada “Natural Log (log base e)”
  • Klik-ganda pada variabel/parameter yang ingin ditransformasi,

Sehingga penulisannya menjadi persis seperti yang tertera pada gambar di atas, lalu kita klik “OK”.

Ada baiknya kita beri nama variabel hasil transformasi, mari kita namai dengan “TransBBT”.

Gambar 11 Penamaan variabel baru

Gambar 11 Penamaan variabel baru

Lalu untuk selanjutnya kita tidak lagi menggunakan variabel/parameter “BBT” dalam perhitungan ANOVA maupun uji-uji asumsi ANOVA, melainkan kita menggunakan variabel/parameter “TransBBT”.

Note: Tranformasi-tranformasi data yang kita lakukan sebaiknya menyesuaikan karakter data. Transformasi logaritmik tentu tidak cocok untuk data yang mengandung nilai negatif atau nilai nol. Untuk data yang mengandung nilai negatif, kita bisa pakai transformasi box-cox. Sedangkan untuk data yang berupa persentase, kita bisa menggunakan transformasi arcsin. Kedua transformasi tersebut tidak dibahas di sini. Tapi apabila ada pembaca yang mungkin berminat mengetahuinya, penulis bisa jelaskan prosedurnya dan dapat dilakukan pula di Minitab (R).

Meskipun Transformasi data mampu meningkatkan kecenderungan data untuk memenuhi uji-uji asumsi ANOVA, tetapi hal ini membuat data menjadi tidak alami lagi. Contohnya bobot tanaman yang semula adalah 84.573 gram setelah ditransformasi logaritmik menjadi 4.43, apakah pengertian nilai 4.43 di sini?

Dibawah ini adalah hasil uji-uji asumsi ANOVA pada variabel/parameter “BBT” dan “TransBBT”, mari kita perhatikan perubahan Nilai-P untuk setiap uji asumsi. Gambar sebelah kiri adalah hasil uji asumsi ANOVA untuk variabel/parameter “BBT” sedangkan gambar sebelah kanan adalah hasil uji asumsi ANOVA untuk variabel/parameter “TransBBT”.

Asumsi 1 – Kenormalan

Gambar 12 Uji kenormalan BBT dan TransBBT

Gambar 12 Uji kenormalan BBT dan TransBBT

Asumsi 2 – Kehomogenan ragam

Gambar 13 Uji kehomogenan ragam BBT dan TransBBT

Gambar 13 Uji kehomogenan ragam BBT dan TransBBT

Asumsi 3 – Independensi antar sisaan

Gambar 14 Uji kebebasan sisaan BBT dan TransBBT

Gambar 14 Uji kebebasan sisaan BBT dan TransBBT

Dan perbedaan ANOVA yang dihasilkan “BBT” dan “TransBBT” adalah

Gambar 15 Perhitungan ANOVA BBT dan TransBBT

Gambar 15 Perhitungan ANOVA BBT dan TransBBT

 

Kesimpulan

Demikian yang penulis bisa bagikan kepada pembaca. Mohon koreksinya apabila penulis melakukan kesalahan dalam prosedurnya. Diharapkan pembaca kini paham prosedur analisis statistik perancangan percobaan melalui Minitab(R). Bagi pembaca yang ingin melakukan analisis seperti di atas tapi tidak memiliki software Minitab(R), bisa minjem ke temen lah ya.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Populasi Jomblo Tahun 2016

LATAR BELAKANG

Kaum jomblo seperti yang sering disinggung oleh Bapak Walikota Bandung Pak Ridwan Kamil (Kang Emil) adalah kaum yang belum mendapatkan pasangan hidup padahal umur sudah mencukupi. Banyak alasan untuk belum memiliki pasangan hidup, apa saja alasannya bisa langsung ditanyakan kepada jomblo terdekat di sekitar Anda.

Penulis penasaran untuk mengkaji hal ini setelah melihat berita lama Berita Tribun. Menurut penulis, berita itu terlalu umum dalam menyimpulkan karena cakupan umurnya adalah 15 s/d 64 tahun. Pada umur 15 s/d 34 tahun mungkin keinginan menikah masih besar. Tapi untuk umur >= 35 mungkin sebagian dari mereka memang sengaja memilih untuk tidak menikah karena alasan tertentu (menurut pendapat penulis), dan mungkin juga sebagian lainnya sudah menikah tapi ditinggal cerai (baik cerai mati atau cerai hidup).

Selisih populasi laki-laki dan perempuan pada rentang umur 15 s/d 34 tahun ingin dikaji di sini. Meskipun tema kajian ini tidak terlalu serius, tapi penulis tetap melakukan perhitungan sebaik mungkin. Mengingat keberlanjutan penduduk merupakan sesuatu yang penting bagi keberlanjutan suatu negara, sebenarnya kajian ini lumayan dapat memberikan gambaran bagi para pembuat kebijakan (baca: jomblowan dan jomblowati yang ingin cari pasangan).

METODOLOGI

Sumber Data

Penulis menggunakan data dalam buku referensi berikut:

  • Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
  • Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, BPS, dan United Nation Population Fund

Cakupan

Agar hasil kajian menjadi lebih fokus dan sesuai dengan latar belakang di atas, kajian ini dibatasi pada hal-hal berikut:

  • Selisih populasi laki-laki dan perempuan yang dianalisis hanyalah untuk umur 15 s/d 34 tahun
  • Dibagi menjadi empat kelompok umur, yaitu 15-19, 20-24, 25-29, dan 30-34
  • Diasumsikan mereka semua berpasangan dengan yang seumuran, tidak ada pernikahan antar laki-laki dan perempuan dengan selisih umur yang sangat ekstrim (asumsi yang sebenarnya kurang realis)

Metode

  • Analisis data Sensus Penduduk Tahun 2010 untuk melihat gambaran umum status perkawinan penduduk umur 35 s/d 64 tahun
  • Analisis data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2016 per kelompok umur per propinsi, melihat penyebaran jomblo di Indonesia

HASIL KAJIAN

Status Perkawinan Penduduk Berumur 34 s/d 64 Tahun

Penulis mencoba melihat gambaran umum status perkawinan penduduk berumur 35 s/d 64 tahun. Data didapat dari Sensus Penduduk Tahun 2010 karena data status perkawinan tidak tercakup dalam Data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.

Gambar 1. Status perkawinan penduduk Indonesia berumur 35 s/d 64 tahun

Gambar 1. Status perkawinan penduduk Indonesia berumur 35 s/d 64 tahun.

Dapat dilihat pada info-grafik di atas bahwa mayoritas penduduk berumur 35 s/d 64 tahun berada dalam status kawin. Penduduk yang belum kawin didominasi oleh golongan muda, baik pada laki-laki maupun perempuan.

Suatu hal yang menarik adalah komposisi penduduk yang berstatus cerai (baik cerai hidup maupun cerai mati) didominasi oleh perempuan. Khusus untuk kategori cerai mati, hal ini mungkin disebabkan angka harapan hidup perempuan (71,8 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan angka harapan hidup laki-laki (67,9 tahun). *Berdasarkan angka harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2010.

Meskipun tergolong usia produktif tapi sebaran status perkawinan penduduk berumur 35 s/d 64 tahun terlalu beragam, sehingga perhitungan populasi jomblo tidak sesederhana mencari selisih populasi laki-laki dengan populasi perempuan. Karena alasan tersebut penulis tidak memasukkan penduduk berumur 35s/d 64 tahun.

Analisis Data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2016

Secara garis besar pada tahun 2016 populasi laki-laki lebih besar dibandingkan dengan populasi perempuan. Dan dapat dilihat secara jelas pula bahwa penduduk muda didominasi oleh golongan laki-laki. Sedangkan komposisi laki-laki dan perempuan relatif seimbang pada penduduk berumur 30 s/d 64 tahun

Gambar 2. Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 2. Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

Dan karena angka harapan hidup perempuan yang lebih besar (72,9 tahun) dibandingkan dengan angka harapan hidup laki-laki (69 tahun) sehingga penduduk lansia didominasi oleh golongan perempuan. *Berdasarkan angka harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2016.

Sekarang kita persempit gambaran kita untuk penduduk berumur 15-34 tahun. Pada info-grafik di bawah ini kita dapat melihat sebaran selisih populasi laki-laki dan perempuan per propinsi. Pada kajian ini, definisi “selisih populasi laki-laki dan perempuan” adalah populasi laki-laki dikurangi populasi perempuan. Nilai negatif menandakan populasi laki-laki yang lebih sedikit atau dengan kata lain populasi perempuan yang lebih banyak.

Gambar 3. Selisih populasi laki-laki dan perempuan tahun 2016. Ciee yang tinggal di Jawa Barat.

Gambar 3. Selisih populasi laki-laki dan perempuan tahun 2016. Ciee yang tinggal di Jawa Barat.

Propinsi yang mengalami kelebihan laki-laki paling besar adalah Propinsi Jawa Barat (pantas saja Kang Emil sering menyinggung kaum jomblo !). Sedangkan propinsi yang mengalami kelebihan perempuan paling besar adalah Nusa Tenggara Barat. Info-grafik di atas berguna bagi jomblo yang mau mencari pasangan dengan cakupan seluruh Indonesia, karena menampilkan angka kelebihan laki-laki dan perempuan secara langsung.

Populasi penduduk setiap propinsi berbeda-beda, meskipun kelebihan laki-laki di Propinsi Jawa Barat sangat besar tapi ini sesuai dengan populasi penduduk Propinsi Jawa Barat yang juga sangat besar (populasi penduduk berumur 15 s/d 34 tahun di Propinsi Jawa Barat sebesar 15.879.200 jiwa). Oleh karena itu bagi yang ingin mencari pasangan di dalam propinsinya masing-masing mungkin akan lebih berguna apabila melihat nilai komposisi jenis kelamin per propinsi, seperti pada info-grafik di bawah ini.

Gambar 4. Peresentase populasi laki-laki per propinsi. Mungkin mesti ada pertukaran penduduk antara Papua dan NTB, hmm

Gambar 4. Peresentase populasi laki-laki per propinsi. Mungkin mesti ada pertukaran penduduk antara Papua dan NTB, hmm.

Pada info-grafik di atas propinsi-propinsi yang kelebihan laki-laki ternyata berubah jauh dibandingkan dengan info-grafik sebelumnya (Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa pada info-grafik sebelumnya (Gambar 3) meskipun selisih populasi laki-laki dan perempuan sangat besar tetapi komposisi laki-laki dan perempuannya masih relatif seimbang. Sedangkan untuk propinsi-propinsi yang kelebihan perempuan ternyata tidak berbeda jauh dengan info-grafik sebelumnya (Gambar 3).

Sekarang mari kita lihat lebih spesifik untuk kelompok umur 20-24 dan 25-29, karena pada umur inilah biasanya seseorang rawan menikah. Info-grafik di bawah merangkum kelebihan/kekurangan laki-laki pada kelompok umur tersebut.

Gambar 5. Info-grafik yang ditunggu-tunggu jomblowan & jomblowati

Gambar 5. Info-grafik yang ditunggu-tunggu jomblowan & jomblowati

PENUTUP

Kesimpulan

Secara garis besar terjadi kelebihan populasi laki-laki pada penduduk berumur 15-34 tahun di hampir seluruh Indonesia. Pengecualian terjadi pada Propinsi Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau karena pada propinsi-propinsi tersebut justru terjadi kelebihan populasi perempuan yang cukup signifikan (signifikan menurut penulis).

Saran (Jangan Dianggap Terlalu Serius)

Penulis menyarankan bagi perempuan sebaiknya mencari pasangan dari dalam negeri, karena persediaan laki-laki di dalam negeri pun masih banyak, *hehe. Dalam agama tertentu poligami diperbolehkan. Tapi jika melihat komposisi penduduk Indonesia yang kurang seimbang, di mana laki-laki lebih banyak daripada perempuan, mungkin yang ingin berpoligami hendaknya memberikan kesempatan terlebih dulu bagi yang belum menikah, *ga baper kok.

Catatan

Dalam statistika ada dua tipe error ‘galat/kesalahan’ dalam proses pengumpulan data yaitu sampling error dan non-sampling error. Secara teori, dalam sensus (sensus berbeda dengan survei) dapat dipastikan tidak ada sampling error. Sama halnya seperti sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tidak ada sampling error.

Tapi pihak BPS mengakui (dalam Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035) bahwa dalam sensusnya terjadi non-sampling error. Secara sederhana non-sampling error adalah kesalahan yang terjadi bukan karena metode-metode pengumpulan data secara statistik, tapi lebih karena eksekusi di lapangan yang sulit dan banyak kendala, apalagi di negeri kita ini penduduknya lebih dari 200 juta jiwa. Contohnya, katakanlah ada mahasiswa dari Kota A yang sedang kuliah dan kos di Kota B. Karena suatu kesalahpahaman di lapangan, di Kota A dia tercatat sebagai penduduk Kota A, dan di Kota B dia juga tercatat sebagai penduduk Kota B, jadi satu orang tercatat dua kali. Meskipun terjadi non-sampling error bukan berarti kita berhak mengingkari data BPS, yang ada adalah kita harus menyikapi datanya dengan cermat/kritis. Karena bagaimana pun data Sensus Penduduk dari BPS adalah data penduduk terbaik yang negeri kita punya.

Ini adalah kajian beberapa hari beres, jadi mungkin masih banyak kesalahan. Diharapkan kritik dan masukannya dari pembaca..

Posted in Popular Science, Statistical Info-graphic | Tagged , , , , | Leave a comment

Fakta-fakta Negeri Kita Part 3 Gunung Berapi

Sebenarnya penulis membuat fakta-fakta ini untuk ditampilkan di Web Comic Penulis di 1cak.com Karena dapat tanggapan yang lumayan baik dari pengunjung web, penulis tampilkan ulang di blog ini.

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel Fakta-fakta Negeri Kita Part 2 Pelayarancfk 01cfk 02cfk 03cfk 04cfk 05cfk 06

Posted in Popular Science | Tagged , | Leave a comment

Fakta-fakta Negeri Kita Part 2 Pelayaran

Sebenarnya penulis membuat fakta-fakta ini untuk ditampilkan di Web Comic Penulis di 1cak.com Karena dapat tanggapan yang lumayan baik dari pengunjung web, penulis tampilkan ulang di blog ini.

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel Fakta-fakta Negeri Kita part 1

bfk 01bfk 02bfk 03bfk 04bfk 05bfk 06bfk 07bfk 08

Posted in Popular Science | Tagged , | 1 Comment

Fakta-fakta Negeri Kita Part 1

Sebenarnya penulis membuat fakta-fakta ini untuk ditampilkan di Web Comic Penulis di 1cak.com Karena dapat tanggapan yang lumayan baik dari pengunjung web, penulis tampilkan ulang di blog ini.

fk 01fk 02fk 03fk 04fk 05

 

Posted in Popular Science | Tagged , | 1 Comment

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

Info-grafik sederhana di bawah menggambarkan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia per Propinsi pada Tahun 2010.

Indeks Pembangunan Indonesia Tahun 2010

Indeks Pembangunan Indonesia Tahun 2010

 

Posted in Statistical Info-graphic | Tagged , , , , | Leave a comment

Kepadatan Penduduk Indonesia

Indonesia adalah negara dengan populasi manusia terbanyak ke-4 di seluruh dunia, akan tetapi sebaran populasi tidak merata di seluruh daerah. Populasi Indonesia terkonsentrasi pada Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Info-grafik sederhana di bawah mencoba menggambarkan kepadatan penduduk Indonesia per propinsi pada Tahun 2010.

Kepadatan Penduduk Indonesia Tahun 2010

Kepadatan Penduduk Indonesia per Propinsi Tahun 2010

Posted in Statistical Info-graphic | Tagged , , , | Leave a comment

The Difference in the Number of Teachers in Indonesia

In Indonesia, teachers are honored as unsung heroes. The presence of teachers is very important in education process. Nationally Indonesia has excess of teachers, but if we breakdown the data according to each province we can see that some provinces have shortage of teachers.

The info-graphic below describes the difference in the number of teachers in Indonesia for each province. This info-graphic is summarized from the data shown by “Kompas” newspaper on Monday, November 23th, 2015.

Info-graphic of the difference in the number of teachers in Indonesia

Info-graphic of the difference in the number of teachers in Indonesia

This article is the English version of Selisih Jumlah guru di Indonesia.

Posted in Popular Science, Statistical Info-graphic | Tagged , , | Leave a comment

Selisih Jumlah Guru di Indonesia

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, kehadiran guru sangat penting dalam dunia pendidikan. Secara nasional Indonesia memiliki kelebihan guru, tetapi jika dihitung per propinsi dapat terlihat bahwa ada beberapa propinsi yang masih kekurangan guru.

Di bawah ini adalah infografik mengenai selisih jumlah guru di Indonesia berdasarkan propinsi. Infografik di bawah disarikan dari data yang dipaparkan surat kabar “Kompas” tanggal 23 November 2015.

Infografik selisih jumlah guru di Indonesia

Infografik selisih jumlah guru di Indonesia

Posted in Popular Science, Statistical Info-graphic | Tagged , , , , , | 1 Comment

Map of Indonesia, Redrawn by Using each Provinces Population as Scale

This map describes the geographical situation of Indonesian provinces IF each provinces are redrawn by using their population as scale. This map intended to distort the geographical situation in order to represent population of each provinces.

For example, Papua Province has the largest area among the other Indonesian provinces with total area 309.934,40 km2 (16.67% of total Indonesian land area) in contrast with its population which is only 2.833.381 inhabitants (1.19% of Indonesian population). On commonly used geographic map, the area of Papua Province looks large, but in this map the area looks tiny because of its relatively low population.

It is safe to say that in this map the population density of each provinces are equal, from Nangroe Aceh Darussalam Province to Papua Province. The larger the distortion of a province’s size means the larger the gap of its population density with Indonesian population density. In this case, distortion means the difference of the province’s size between this map and commonly used geographic map.

Infographic Map of Indonesia redrawn by using per province population as scale

Infographic Map of Indonesia redrawn by using per province population as scale

Provinces in Java Island are easily recognized as the most populous provinces among Indonesian Provinces. Because of that in this map the island is the largest.

Borneo Island and Sulawesi Island are relatively smaller than either Java Island or Sumatera Island because of its relatively small population. In this islands, the most striking distortion appear in South Kalimantan Province and South Sulawesi Province, that is because the provinces have larger population density among surrounding provinces.

In this map, Papua Island is the smallest island among five main Indonesia Islands. The distortion looks huge because the population density of West Papua Province and Papua Province are the least among Indonesian Provinces. The population density of Papua Island (West Papua Province and Papua Province combined) is 8 inhabitants/km2, while population density of Indonesia (in total) is 128 inhabitants/km2.

Transmigration

Population distribution program such as transmigration of Java Island inhabitant to other islands (especially Borneo Island and Papua Island) is likely still relevant these days. One important thing is in preparing the transmigrants it is not enough with only skill provision, but also cultural provision so the knowledge transfer between transmigrants and local inhabitant can run optimally. Cultural provision also can prevent local conflict.

This is the English version of my another post

Posted in Popular Science, Statistical Info-graphic | Tagged , , , , , , , | Leave a comment