Populasi Jomblo Tahun 2016

LATAR BELAKANG

Kaum jomblo seperti yang sering disinggung oleh Bapak Walikota Bandung Pak Ridwan Kamil (Kang Emil) adalah kaum yang belum mendapatkan pasangan hidup padahal umur sudah mencukupi. Banyak alasan untuk belum memiliki pasangan hidup, apa saja alasannya bisa langsung ditanyakan kepada jomblo terdekat di sekitar Anda.

Penulis penasaran untuk mengkaji hal ini setelah melihat berita lama Berita Tribun. Menurut penulis, berita itu terlalu umum dalam menyimpulkan karena cakupan umurnya adalah 15 s/d 64 tahun. Pada umur 15 s/d 34 tahun mungkin keinginan menikah masih besar. Tapi untuk umur >= 35 mungkin sebagian dari mereka memang sengaja memilih untuk tidak menikah karena alasan tertentu (menurut pendapat penulis), dan mungkin juga sebagian lainnya sudah menikah tapi ditinggal cerai (baik cerai mati atau cerai hidup).

Selisih populasi laki-laki dan perempuan pada rentang umur 15 s/d 34 tahun ingin dikaji di sini. Meskipun tema kajian ini tidak terlalu serius, tapi penulis tetap melakukan perhitungan sebaik mungkin. Mengingat keberlanjutan penduduk merupakan sesuatu yang penting bagi keberlanjutan suatu negara, sebenarnya kajian ini lumayan dapat memberikan gambaran bagi para pembuat kebijakan (baca: jomblowan dan jomblowati yang ingin cari pasangan).

METODOLOGI

Sumber Data

Penulis menggunakan data dalam buku referensi berikut:

  • Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
  • Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, BPS, dan United Nation Population Fund

Cakupan

Agar hasil kajian menjadi lebih fokus dan sesuai dengan latar belakang di atas, kajian ini dibatasi pada hal-hal berikut:

  • Selisih populasi laki-laki dan perempuan yang dianalisis hanyalah untuk umur 15 s/d 34 tahun
  • Dibagi menjadi empat kelompok umur, yaitu 15-19, 20-24, 25-29, dan 30-34
  • Diasumsikan mereka semua berpasangan dengan yang seumuran, tidak ada pernikahan antar laki-laki dan perempuan dengan selisih umur yang sangat ekstrim (asumsi yang sebenarnya kurang realis)

Metode

  • Analisis data Sensus Penduduk Tahun 2010 untuk melihat gambaran umum status perkawinan penduduk umur 35 s/d 64 tahun
  • Analisis data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2016 per kelompok umur per propinsi, melihat penyebaran jomblo di Indonesia

HASIL KAJIAN

Status Perkawinan Penduduk Berumur 34 s/d 64 Tahun

Penulis mencoba melihat gambaran umum status perkawinan penduduk berumur 35 s/d 64 tahun. Data didapat dari Sensus Penduduk Tahun 2010 karena data status perkawinan tidak tercakup dalam Data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.

Gambar 1. Status perkawinan penduduk Indonesia berumur 35 s/d 64 tahun

Gambar 1. Status perkawinan penduduk Indonesia berumur 35 s/d 64 tahun.

Dapat dilihat pada info-grafik di atas bahwa mayoritas penduduk berumur 35 s/d 64 tahun berada dalam status kawin. Penduduk yang belum kawin didominasi oleh golongan muda, baik pada laki-laki maupun perempuan.

Suatu hal yang menarik adalah komposisi penduduk yang berstatus cerai (baik cerai hidup maupun cerai mati) didominasi oleh perempuan. Khusus untuk kategori cerai mati, hal ini mungkin disebabkan angka harapan hidup perempuan (71,8 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan angka harapan hidup laki-laki (67,9 tahun). *Berdasarkan angka harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2010.

Meskipun tergolong usia produktif tapi sebaran status perkawinan penduduk berumur 35 s/d 64 tahun terlalu beragam, sehingga perhitungan populasi jomblo tidak sesederhana mencari selisih populasi laki-laki dengan populasi perempuan. Karena alasan tersebut penulis tidak memasukkan penduduk berumur 35s/d 64 tahun.

Analisis Data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2016

Secara garis besar pada tahun 2016 populasi laki-laki lebih besar dibandingkan dengan populasi perempuan. Dan dapat dilihat secara jelas pula bahwa penduduk muda didominasi oleh golongan laki-laki. Sedangkan komposisi laki-laki dan perempuan relatif seimbang pada penduduk berumur 30 s/d 64 tahun

Gambar 2. Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 2. Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

Dan karena angka harapan hidup perempuan yang lebih besar (72,9 tahun) dibandingkan dengan angka harapan hidup laki-laki (69 tahun) sehingga penduduk lansia didominasi oleh golongan perempuan. *Berdasarkan angka harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2016.

Sekarang kita persempit gambaran kita untuk penduduk berumur 15-34 tahun. Pada info-grafik di bawah ini kita dapat melihat sebaran selisih populasi laki-laki dan perempuan per propinsi. Pada kajian ini, definisi “selisih populasi laki-laki dan perempuan” adalah populasi laki-laki dikurangi populasi perempuan. Nilai negatif menandakan populasi laki-laki yang lebih sedikit atau dengan kata lain populasi perempuan yang lebih banyak.

Gambar 3. Selisih populasi laki-laki dan perempuan tahun 2016. Ciee yang tinggal di Jawa Barat.

Gambar 3. Selisih populasi laki-laki dan perempuan tahun 2016. Ciee yang tinggal di Jawa Barat.

Propinsi yang mengalami kelebihan laki-laki paling besar adalah Propinsi Jawa Barat (pantas saja Kang Emil sering menyinggung kaum jomblo !). Sedangkan propinsi yang mengalami kelebihan perempuan paling besar adalah Nusa Tenggara Barat. Info-grafik di atas berguna bagi jomblo yang mau mencari pasangan dengan cakupan seluruh Indonesia, karena menampilkan angka kelebihan laki-laki dan perempuan secara langsung.

Populasi penduduk setiap propinsi berbeda-beda, meskipun kelebihan laki-laki di Propinsi Jawa Barat sangat besar tapi ini sesuai dengan populasi penduduk Propinsi Jawa Barat yang juga sangat besar (populasi penduduk berumur 15 s/d 34 tahun di Propinsi Jawa Barat sebesar 15.879.200 jiwa). Oleh karena itu bagi yang ingin mencari pasangan di dalam propinsinya masing-masing mungkin akan lebih berguna apabila melihat nilai komposisi jenis kelamin per propinsi, seperti pada info-grafik di bawah ini.

Gambar 4. Peresentase populasi laki-laki per propinsi. Mungkin mesti ada pertukaran penduduk antara Papua dan NTB, hmm

Gambar 4. Peresentase populasi laki-laki per propinsi. Mungkin mesti ada pertukaran penduduk antara Papua dan NTB, hmm.

Pada info-grafik di atas propinsi-propinsi yang kelebihan laki-laki ternyata berubah jauh dibandingkan dengan info-grafik sebelumnya (Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa pada info-grafik sebelumnya (Gambar 3) meskipun selisih populasi laki-laki dan perempuan sangat besar tetapi komposisi laki-laki dan perempuannya masih relatif seimbang. Sedangkan untuk propinsi-propinsi yang kelebihan perempuan ternyata tidak berbeda jauh dengan info-grafik sebelumnya (Gambar 3).

Sekarang mari kita lihat lebih spesifik untuk kelompok umur 20-24 dan 25-29, karena pada umur inilah biasanya seseorang rawan menikah. Info-grafik di bawah merangkum kelebihan/kekurangan laki-laki pada kelompok umur tersebut.

Gambar 5. Info-grafik yang ditunggu-tunggu jomblowan & jomblowati

Gambar 5. Info-grafik yang ditunggu-tunggu jomblowan & jomblowati

PENUTUP

Kesimpulan

Secara garis besar terjadi kelebihan populasi laki-laki pada penduduk berumur 15-34 tahun di hampir seluruh Indonesia. Pengecualian terjadi pada Propinsi Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau karena pada propinsi-propinsi tersebut justru terjadi kelebihan populasi perempuan yang cukup signifikan (signifikan menurut penulis).

Saran (Jangan Dianggap Terlalu Serius)

Penulis menyarankan bagi perempuan sebaiknya mencari pasangan dari dalam negeri, karena persediaan laki-laki di dalam negeri pun masih banyak, *hehe. Dalam agama tertentu poligami diperbolehkan. Tapi jika melihat komposisi penduduk Indonesia yang kurang seimbang, di mana laki-laki lebih banyak daripada perempuan, mungkin yang ingin berpoligami hendaknya memberikan kesempatan terlebih dulu bagi yang belum menikah, *ga baper kok.

Catatan

Dalam statistika ada dua tipe error ‘galat/kesalahan’ dalam proses pengumpulan data yaitu sampling error dan non-sampling error. Secara teori, dalam sensus (sensus berbeda dengan survei) dapat dipastikan tidak ada sampling error. Sama halnya seperti sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tidak ada sampling error.

Tapi pihak BPS mengakui (dalam Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035) bahwa dalam sensusnya terjadi non-sampling error. Secara sederhana non-sampling error adalah kesalahan yang terjadi bukan karena metode-metode pengumpulan data secara statistik, tapi lebih karena eksekusi di lapangan yang sulit dan banyak kendala, apalagi di negeri kita ini penduduknya lebih dari 200 juta jiwa. Contohnya, katakanlah ada mahasiswa dari Kota A yang sedang kuliah dan kos di Kota B. Karena suatu kesalahpahaman di lapangan, di Kota A dia tercatat sebagai penduduk Kota A, dan di Kota B dia juga tercatat sebagai penduduk Kota B, jadi satu orang tercatat dua kali. Meskipun terjadi non-sampling error bukan berarti kita berhak mengingkari data BPS, yang ada adalah kita harus menyikapi datanya dengan cermat/kritis. Karena bagaimana pun data Sensus Penduduk dari BPS adalah data penduduk terbaik yang negeri kita punya.

Ini adalah kajian beberapa hari beres, jadi mungkin masih banyak kesalahan. Diharapkan kritik dan masukannya dari pembaca..

About jalakiren

Don't worry, the links I provided on my posts are always open in new window/tab.. I am not a graphic designer, so please forgive me if my info-graphics are a bit dull. I am a statistician, freshly-graduated.
This entry was posted in Popular Science, Statistical Info-graphic and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment